Upacara tiwah merupakan upacara adat yaitu mupacara mengantarkan roh leluhur yang telah mati, yang hingga kini masih tetap lestari di tanah Dayak, Kalimantan Tengah.
Pulang Pisau, Kompas - Upacara tiwah mengantar roh leluhur yang telah mati, sebangsa ngaben di Bali, hingga kini masih lestari di pedalaman Dayak, Kalimantan Tengah. Walaupun memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan upacara kematian di provinsi lain, hingga kini tiwah belum diberdayakan sebagai aset pariwisata dan budaya daerah.
Pemantauan Kompas, Senin (2/8) di Desa Penda Barania, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng), sekitar 45 kilometer dari Palangkaraya, dengan menyusuri Sungai Kahayan, rangkaian tiwah berlangsung khidmat.
Ratusan sanak famili dari nenek moyang yang ditiwahkan berduyun-duyun datang ke Desa Penda Barania dengan menggunakan perahu kelotok. Tidak terlihat wisatawan luar daerah yang khusus mengunjungi kegiatan langka tersebut.
Menurut Nopel Mod dan Gudfrit yang menjadi Opun Gawe (yang memiliki gawe tiwah), hari itu 24 nenek moyang desa tersebut ditiwahkan. Tulang- belulang dari 24 leluhur yang telah mati 40 tahun lalu diangkat dari kubur kemudian diletakkan di balai untuk menjalani prosesi tiwah berikutnya.
Basir (sebutan pemuka agama Kaharingan) Lewis Iman (60) mengatakan, rangkaian tiwah terdiri dari 14 tahapan yang digelar selama dua bulan. Ritual pertama dimulai dengan mendirikan Balai Nyahu (rumah tulang belulang leluhur) tanggal 14 Juni lalu hingga tahap terakhir Uluh Balian Buli (memulangkan pemuka agama) 15 Agustus nanti. "Upacara inti berlangsung tiga tahap, yaitu Tabuh I yang dilangsungkan Senin ini, dilanjutkan Tabuh II hari Rabu, dan disusul Tabuh III hari Kamis," kata Lewis.
Ritual Tabuh diselenggarakan dengan menombak kerbau sekitar 14 ekor. Lewis mengatakan, Tabuh I bertujuan menyatukan roh dari unsur Liau Balawang Panjang (roh dari unsur bapak). Selanjutnya Tabuh II akan menyatukan roh Liau Karahang Tulang (roh dari unsur ibu) dan Tabuh III menyatukan unsur bapak dan ibu dengan roh Liau Panyalumpak (unsur roh dari Yang Kuasa).
Ketua Panitia Penyelenggara Tiwah Budjue T Nyahu menyatakan, warga Dayak di desa tersebut memang baru kali ini mulai kembali menggelar ritual kematian penting bagi penganut Hindu Kaharingan. Itu terjadi karena sebelumnya warga merasa belum mampu menyelenggarakan upacara tersebut.
Menurut Nopel Mod, untuk menyelenggarakan tiwah memang butuh banyak biaya. "Tiwah kali ini menghabiskan dana sampai Rp 250 juta," katanya. Gudfrit mengatakan, untuk mengatasi besarnya dana tersebut warga desa menyiasati dengan menyelenggarakan tiwah bersama-sama. "Yang paling mahal itu terutama untuk beli kerbau dan beli emas," katanya. (AMR)
link : http://www2.kompas.com/
uhuyyyyyyyyyyy cuy seppppp postingnya
Wuiiiihh in baru very nice posting. Lenkap banget info adatnya. Thx,bro
wuih...keren euy.
comment poost baru gw yuk....
Edan...keran banget suwer! saya selalu tertarik dengan budaya! budaya adalah seni
Semakin tahu nih tenatng adat-istiadat negeri ini
wuih mahal na biaya na...
semahal itu ya nganter roh leluhur